Just another WordPress.com site

Gambar Batu Kasur

Minggu, 14 Agustus 2011. Riuh burung menyambut indahnya pagi hari yang sedikit dingin kala angin bertiup. Pagi ini kami (kelompok 44 KKM) berniat untuk mendatangi beberapa objek wisata yang berada di Desa Cikoneng, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang, Banten. Kami pergi di dampingi warga sekitar yaitu bapak Subrata. beliau lah yang menjadi guide (pemandu) kami untuk mendatangi beberapa objek wisata yang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas dan masih alami karena belum terjamahi. Objek wisata yang akan kami kunjungi pertama kali adalah batu Kasur, jalan yang kami lalui untuk menuju ke sana cukup berliku dan hanya berupa jalan setapak, kami rasa kendaraan bermotor tidak bisa melaluinya. Berikut ini adalah gambar batu Kasur yang berada di area persawahan, kampung Pasir Buluh, desa Cikoneng, kecamatan Mandalawangi,  kabupaten Pandeglang. Batu ini sudah ada sejak lama, batu ini terlihat rata dan lebar, maka sebab itu batu ini di sebut sebagai batu Kasur oleh warga sekitar. “Batu ini berada di blok Situ Kumba” menurut salah seorang warga Desa Cikoneng yaitu, bapak Subrata.

setelah berbincang-bincang sebentar sembari melepas lelah, kami pun melanjutkan perjalanan menuju objek wisata berikutnya. Kali ini kami berjalan melewati area persawahan dan beberapa rumah warga. tak lama kemudian kami pun sampai ke tempat objek wisata batu kelamin perempuan. Kali ini kami tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar. Karena menurut pak Subrata, “jangan sembarangan foto, khawatir yang punya marah” begitulah kira-kira kata beliau.

Batu Gajah

Setelah berhenti sejenak kamipun melanjutkan perjalanan menuju objek wisata berikutnya. Sudah kami duga ternyata jalan yang harus kami lalui menuju objek wisata berikutnya mendaki, setelah sekian lama berjalan kami pun tiba di objek wisata Batu Gajah. Terlihat jelas batu ini memang besar di banding batu-batu lainnya. Itulah sebabnya batu ini di namakan batu Gajah karena postur dari batu ini memang sangat besar dan penamaan kata “gajah” memang mewakili karakteristiknya yang besar dan kekar.

Tak lama beristirahat kami pun bergegas menuju objek wisata selanjutnya. Medan yang kami lalui kali ini adalah mendaki dengan tingkat kecuraman kurang lebih sekitar 60 derajat. Inilah kondisi dimana hanya bisa di lalui dengan berjalan kaki menapaki rindangnya hutan. Kami kagum melihat bapak Subrata yang walaupun sedang menjalankan ibadah Puasa, namun beliau tetap bersemangat mendampingi kami menuju beberapa objek wisata.

Cigapar

Akhirnya tibalah kami di objek wisata selanjutnya yaitu Cigapar, menurut beliau “ini adalah tempat pemandian zaman dulu, dimana setiap orang bebas mandi disana tanpa memandang kasta/kedudukan”. Air nya sungguh jernih dan waaaah benar-benar dingin. Tempat pemandian ini berada di pojok area persawahan dan ditutupi pepohonan bambu sehingga terasa sejuk. Menurut Pak Subrata “Airnya ini tak pernah surut kala musim kemarau sekalipun”.

Sembari berhenti sejenak melepas lelah, kami pun merasa tenteram berada di sini. Karena memang benar-benar alami. Tak lama setelah beristirahat kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju objek wisata berikutnya. Sekitar 15 menit kami berjalan menyusuri pematang sawah dan beberapa kebun milik warga.

Gambar Batu Kelamin Laki-laki

Akhirnya kamipun sampai di batu kelamin laki-laki. Kali ini kami diperbolehkan untuk mengambil gambar.

menurut cerita dari pak Subrata ” pernah ada seseorang yang memindahkan batu ini ke tempat lain lalu tak lama kemudian orang itu dihampiri oleh ular besar dan ular itu menggigit orang tersebut. Kemudian orang itu diberitahukan oleh sesepuh desa untuk mengembalikan batu tersebut ke tempat asalnya karena si empunya nya marah karena telah memindahkan batu itu”.

batu ini terletak di salah satu kebun milik warga,  batu ini di pagari kayu dan batu ini di tumbuhi oleh lumut hijau yang menutupi hampir sebagian permukaan batu.

Citawa

Setelah itu kami pun berangkat kembali menuju objek wisata terakhir yaitu Citawa. Dimana Citawa ini merupakan tempat mata air yang keluar dari dalam tanah. Dari gambar di samping terlihat bahwa air nya berwarna kuning, tapi jika dilihat secara dekat, air yang yang keluar tidaklah berwarna kuning. Air ini berasa asam ketika diminum. Menurut pak Subrata “Air ini dapat menyembuhkan penyakit Koneng/kuning, dan berbagai penyakit kulit lainnya”. Wallahu alam, mungkin ini salah satu perantara saja yang dikehendaki oleh Sang Pencipta Alam Semesta ini.

Nama desa Cikoneng ini menurut beliau diambil berdasarkan Wisata Citawa ini yang berwarna Koneng.,.,

Itulah beberpa objek wisata yang masih alami dan belum terjamahi oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Semoga saja wisata ini dapat terawat dan terjaga dengan baik…
Kami ucapkan terimakasih kepada Pak Subrata yang telah mengantarkan kami untuk mengunjungi beberapa objek wisata yang belum di ketahui banyak khalayak umum.

Tinggalkan komentar